Minggu, 17 November 2013
Klasifikasi Desa Wisata
Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah DIY (statusquo) yang
ditujukan untuk mendongkrak peningkatan
potensi desa wisata seperti yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Pengembangan
Destinasi Dinas Pariwisata DIY, diantaranya yaitu Pemda DIY menganggarkan Rp 800 juta pada APBD
DIY 2013 untuk diberikan kepada 32 desa wisata. Per desa mendapat bantuan sebesar Rp 25 juta, yang
nantinya digunakan sebagai pengembangan serta penyelenggaraan event agar
meningkatkan jumlah pengunjung. Sebenarnya ada sekitar 100 desa wisata yang
mengajukan proposal. Namun setelah diseleksi hanya ada 32 desa yang layak
mendapat bantuan karena menjalankan fungsinya dengan baik. Seleksi ketat yang
dilakukan dengan tujuan anggaran yang diberikan mampu dikelola secara optimal.
Sebab, saat ini terdapat sekitar 40 desa wisata yang mampu mengelola diri untuk
peningkatan kunjungan wisatawan. Seperti Desa Bejiharjo Gunungkidul dan
Pentingsari Cangkringan Sleman. Selain itu, upaya peningkatan kunjungan
wisatawan dilakukan dengan perbaikan infrastruktur di sejumlah objek wisata
(jogja.tribunnews.com).
Untuk meningkatkan pembangunan desa wisata yang berkualitas, sehingga
mampu mendongkrak pendapatan asli daerah, kebijakan yang harus ditempuh adalah
sebagai berikut.
1. Pembangunan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelaksanaan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bisa dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan dan keikutsertaan dalam seminar, diskusi, dan
lain sebagainya, serta di bidang-bidang kepariwisataan. Pendidikan diperlukan
untuk tenaga-tenaga yang akan dipekerjakan dalam kegiatan manajerial. Untuk
itu, sebaiknya ditugaskan generasi muda dari desa yang bersangkutan untuk
dididik pada sekolah-sekolah kepariwisataan, sedangkan pelatihan diberikan
kepada mereka yang akan diberi tugas menerima dan melayani wisatawan.
Keikutsertaan dalam seminar, diskusi, dan lain sebagainya diberikan kepada para
petugas kepariwisataan di desa, kecamatan, dan kabupaten, karena penduduk desa
umumnya hanya mempunyai keterampilan bertani. Kepada mereka dapat diberikan
pelatihan keterampilan lain untuk menambah kegiatan usaha seperti kerajinan,
industri rumah tangga, pembuatan makanan lokal, budi daya jamur, cacing,
menjahit, dan lain sebagainya.
2. Fasilitasi
terhadap kemitraan multi stakeholder
Pola kemitraan atau kerjasama dapat saling menguntungkan multi
stakeholder, baik pihak pengelola desa wisata dengan para pengusaha pariwisata
di kota atau pihak pembina desa wisata dalam hal ini pihak dinas pariwisata
daerah. Bidang-bidang usaha yang bisa dikerjasamakan, antara lain seperti :
bidang akomodasi, perjalanan, promosi, pelatihan, dan lain-lain.
3. Kegiatan
Pemerintahan di Desa
Kegiatan dalam rangka desa wisata yang dilakukan oleh pemerintah desa,
antara lain seperti : Rapat-rapat dinas, pameran pembangunan, dan
upacara-upacara hari-hari besar diselenggarakan di desa wisata.
4. Promosi
Desa wisata harus sering dipromosikan melalui berbagai media, oleh
karena itu desa atau kabupaten harus sering mengundang wartawan dari media
cetak maupun elektronik untuk kegiatan hal tersebut.
5. Festival
/ Pertandingan dan atraksi
Secara rutin di desa wisata perlu diselenggarakan kegiatan-kegiatan
yang bias menarik wisatawan atau penduduk desa lain untuk mengunjungi desa
wisata tersebut, misalnya mengadakan festival kesenian, pertandingan olah raga,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, pemerintah DIY sudah menganggarkan Rp 1,12
miliar untuk penyelenggaraan 15 event di berbagai objek wisata yang
sebagian besar merupakan desa wisata, dan dilakukan kontinyu setiap bulannya.
Seperti festival layang-layang, kompetisi panjat tebing dan lainnya
(jogja.tribunnews.com). Diharapkan penyelenggaraan even lebih bersifat
kebudayaan baik kontemporer maupun tradisional yang atraktif, sehingga mampu
meningkatkan kunjungan wisatawan.
6. Pembinaan
organisasi warga dengan melibatkan stakeholder tingkat desa
7. Kerjasama
dengan Universitas.
Universitas-Universitas di Indonesia mensyaratkan melakukan Kuliah
Kerja Praktek Lapangan (KKPL) bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya,
sehubungan dengan itu sebaiknya dijalin atau diadakan kerjasama antara desa
wisata dengan Universitas yang ada, agar bisa memberikan masukan dan peluang
bagi kegiatan di desa wisata untuk meningkatkan pembangunan desa wisata
tersebut. Untuk memperkaya Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di desa
percontohan, dapat dibangun berbagai fasilitas dan kegiatan sebagai berikut :
1)
Eco-lodge : Renovasi homestay agar memenuhi
persyaratan akomodasi wisatawan, atau membangun guest house berupa, bamboo
house, traditional house, log house, dan lain sebagainya.
2)
Eco-recreation : Kegiatan pertanian, pertunjukan
kesenian lokal, memancing ikan di kolam, jalan-jalan di desa (hiking), biking
di desa dan lain sebagainya.
3)
Eco-education : Mendidik wisatawan mengenai
pendidikan lingkunagn dan memperkenalkan flora dan fauna yang ada di desa yang
bersangkutan.
4)
Eco-research : Meneliti flora dan fauna yang ada
di desa, dan mengembangkan produk yang dihasilkan di desa, serta meneliti
keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakat di desa tersebut, dan sebagainya.
5)
Eco-energy : Membangun sumber energi tenaga
surya atau tenaga air untuk Eco-lodge.
6)
Eco-development : Menanam jenis-jenis pohon yang
buahnya untuk makanan burung atau binatang liar, tanaman hias, tanaman obat, dll,
agar bertambah populasinya.
7)
Eco-promotion : Promosi lewat media cetak atau
elektronik, dengan mengundang wartawan untuk meliput mempromosikan kegiatan
desa wisata (Soemarmo, 2010).
8. Standarisasi
desa wisata dan pembangunan infrastruktur transportasi
Perlunya standarisasi desa wisata agar desa wisata mampu bertahan
karena kualitasnya yang terstandarisasi, selain itu juga menghindari kejenuhan
wisatawan sehingga berdampak pada kestabilan kunjungan terhadap desa wisata dan
meningkatnya kualitas ekonomi masyarakat serta kontribusi terhadap pendapatan
asli daerah (Kompas, 12 Oktober 2010). Dalam hal ini, pemerintah melalui dinas
pariwisata melakukan pemantauan, sertifikasi dan reward terhadap desa wisata
agar mampu mempertahankan kualitas dan secara mandiri mampu mengembangkan
kreativitas, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Selain itu juga
pembangunan sarana transportasi. Dalam hal ini, pemerintah menganggarakan Rp
1,5 miliar pada APBD 2013 (jogja.tribunnews.com).
Dalam
pembangunan desa wisata ini pemerintah daerah (desa atau kabupaten) bertindak
sebagai fasilitator membangun fasilitas umum, seperti jalan, terminal
kendaraan, gedung serbaguna di desa, gedung peribadatan, rumah sakit, gedung
sekolahan, alat komunikasi, dan promosi. Penyelenggaraan usaha kepariwisataan
beserta fasilitasnya diserahkan kepada swasta, koperasi dan perorangan. Dengan
demikian pembiayaan pembangunan fasilitas umum diusahakan dari APBD kabupaten
setempat atau mencari bantuan pemerintah pusat dan bantuan hibah dari luar negeri.
Dalam mengembangkan potensi desa
wisata, perlu adanya pemberdayaan masyarakat sebagai stakeholder yang merasakan
langsung dampak positifnya. Pemberdayaan masyarakat mempunyai dua makna pokok,
yaitu
1) Meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan program
pembangunan.
2) Meningkatkan
kemandirian masyarakat melalui pemberian wewenang secara proporsional kepada
masyarakat dalam mengambil keputusan. Dari penjelasan tersebut, jelas
masyarakat diberi kesempatan penuh dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Disitu ditegaskan bahwa tugas birokrasi di daerah hanyalah sebagai
fasilitator (pelayanan). Kreativitas masyarakat dipacu dan didorong berkembang.
Kemudian Departemen Pariwisata dalam kiprah memberdayakan masyarakat desa telah
menyusun program pembangunan desa (Soemarmo. 2010).
Author: Sardi
Sardi adalah pengelola Desa Wisata Budaya Plempoh yang beralamatkan di Padukuhan Dawung, Plempoh Bokoharjo Prambanan Sleman DIY. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: